IBU

Kalau hari libur sebelum adzan maghrib berkumandang aku akan datang bertandang, kerumah ibu, rumah yang dulu menjadi tempat berteduh kita. Begitu nyaman meski sangat sederhana. berlantaikan tanah dan nyaris tanpa perabot mewah. Satu-satunya yang agak bagus hanya televisi 14 inch itu. Dinding-dinding dengan cat yang mulai memudar, lapuk dimakan usia. Seperti umur kita yang terus merangkak tahun demi tahun.
Besok hari minggu kalo sikecil tak merengek minta ketempat bermain di sebuah plaza mungkin aku sempatkan diri mampir. Mungkin juga hari minggu besok aku ada lembur di kantor jadi tak bisa datang kerumah ibu. Kesibukan dengan duniaku yang baru setelah berkeluarga, anak, istri, pekerjaan semua itu menjadi prioritas.
Sekali-kali aku datang saat tanggal-tanggal tua. Uang sudah menipis, dirumah tak ada beras, ah aku ingat ibu. Ibu pasti bisa membantu. dengan tanpa rasa malu kuceritakan semuanya.Pulangnya setengah karung beras telah bertengger dijok sepeda motorku. Dengan senyum bahagia ibu berkata ” lain kali bawa anakmu kalau main kesini, ibu juga kangen…., jangan lupa nabung sedikit-sedikit buat sekolah anakmu.”
Aku hanya tersenyum ( udah dapat beras ).
” Oh ya ini ada oleh-oleh buat cucu ibu.” ah, ibu di usianya yang mulai renta tak pernah kering kasih sayang itu.
Suatu ketika dengan nada sedih ibu memanggilku. ” maafkan ya, nak uang yang ibu pinjam dari kamu buat beli pupuk dan biaya bertani belum bisa ibu bayar. Panen kali ini hasilnya tidak begitu bagus. Hutang ke tetanggapun baru sebagian ibu bayarkan”
Aku merajuk. aku terlanjur berjanji sama istriku akan membelikannya kalung.” apa yang akan kuktakan pada istriku nanti, bu…?”
” ya sudah, nanti biar bapakmu coba cari pinjaman ke orang dulu, sabar dulu ya. dua atau tiga hari lagi ”
Dan ibu menepati janjinya.

( dalam kesusahan, dalam kesedihan, ibu selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya dan ingin selalu melihat anaknya tersenyum bahagia)

Kupersembahkan Untuk emak tercinta di rumah
Cikarang, 25 Nopember 2010
sumber: bloggercikarang.com

Tweet