Setiap melewati pasar ini, aku menemukan penggalan kisah yang telah lama terurai menjadi debu-debu yang berterbangan. Entahlah, sepertinya debu-debu itu kembali berkumpul membentuk sebuah silhuet diorama kisah yang sebenarnya ingin kulebur menjadi permata terindah dan kusimpan rapat-rapat hingga tiada seseorang yang melihat atau mengetahuinya.
Dipasar ini tahun-tahun aku menyimpanmu dalam keabadian rindu nan suci. Sosok sederhana dari gadis manis nan lugu yang menghiasi malam dengan mimpi dan harapan. Engkau hadir sebagai kesetian dan kerinduan yang kumiliki.
Perjumpaan denganmu adalah hal tanpa disengaja dan keakraban kita sebenarnya lebih hangat sebagai seorang kakak kepada adik. Namun cinta hadir memberi warna. memberi rupa yang lain pada kasih sayang yang kita miliki.
Kita saling mencintai saling mengilhami setiap perjalanan waktu yang telah kita lalui. Dimataku engkau tetap gadis lugu yang berbinar-binar bicara rindu disetiap perjumpaan nan indah.
Bagiku engkau taqdir terindah yang telah dikirim Tuhan kepadaku. Dan harapan itu terus kupupuk untuk jangka waktu yang telah digariskan.
Tadi pagi aku kembali melewati pasar ini setelah sekian tahun aku berusaha membuangnya jauh-jauh. Setelah melewati jembatan dan rel kereta api dan rumahmu tak jauh dari pasar ini.
Aku tak ingat apa alasan kita berpisah atau dipisahkan. Kita sama-sama terlalu lugu untuk menafsirkan rindu. Kita hanya insan sederhana yang memiliki keinginan dan cita-cita sederhana.
Dipasar ini kita pernah bertemu disuatu subuh, aku baru pulang dari kota Jogja dan engkau gadis lugu disubuh yang dingin itu terampil berbelanja untuk kebutuhan warung nasi yang dikelola bersama ibumu.
Aku masih tak mengerti hingga saat ini. Aku terlalu sederhana mencintaimu, membiarkan semuanya berlalu tanpa jawab. Membiarkan waktu dengan nyaman menghapus jejak-jejak semakin berjarak. Hingga menghilang tanpa dapat di lihat.
Distasiun itu kuingat sekali engkau melambaikan tangan sebelum akhirnya Tirtonadi menjauhkan kita.
Perjumpaan denganmu adalah hal tanpa disengaja dan keakraban kita sebenarnya lebih hangat sebagai seorang kakak kepada adik. Namun cinta hadir memberi warna. memberi rupa yang lain pada kasih sayang yang kita miliki.
Kita saling mencintai saling mengilhami setiap perjalanan waktu yang telah kita lalui. Dimataku engkau tetap gadis lugu yang berbinar-binar bicara rindu disetiap perjumpaan nan indah.
Bagiku engkau taqdir terindah yang telah dikirim Tuhan kepadaku. Dan harapan itu terus kupupuk untuk jangka waktu yang telah digariskan.
Tadi pagi aku kembali melewati pasar ini setelah sekian tahun aku berusaha membuangnya jauh-jauh. Setelah melewati jembatan dan rel kereta api dan rumahmu tak jauh dari pasar ini.
Aku tak ingat apa alasan kita berpisah atau dipisahkan. Kita sama-sama terlalu lugu untuk menafsirkan rindu. Kita hanya insan sederhana yang memiliki keinginan dan cita-cita sederhana.
Dipasar ini kita pernah bertemu disuatu subuh, aku baru pulang dari kota Jogja dan engkau gadis lugu disubuh yang dingin itu terampil berbelanja untuk kebutuhan warung nasi yang dikelola bersama ibumu.
Aku masih tak mengerti hingga saat ini. Aku terlalu sederhana mencintaimu, membiarkan semuanya berlalu tanpa jawab. Membiarkan waktu dengan nyaman menghapus jejak-jejak semakin berjarak. Hingga menghilang tanpa dapat di lihat.
Distasiun itu kuingat sekali engkau melambaikan tangan sebelum akhirnya Tirtonadi menjauhkan kita.
0 Response to "Pasar Kenangan"
Post a Comment
Terima Kasih sudah mampir